Pemerintah Batasi Bansos Maksimal 5 Tahun: “Waktunya Rakyat Mandiri”

Pemerintah Batasi Bansos Maksimal 5 Tahun: “Waktunya Rakyat Mandiri”

Pemerintah Batasi Bansos Maksimal 5 Tahun: “Waktunya Rakyat Mandiri”

gasgusindoesia.org, Jakarta — Pemerintah mulai menggulirkan wacana pembatasan penerimaan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat usia produktif maksimal selama lima tahun. Kebijakan baru ini menjadi bagian dari strategi besar pemberdayaan masyarakat sekaligus upaya mempercepat pengentasan kemiskinan.


Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhaimin Iskandar, menyebut langkah ini penting untuk mengubah pola pikir penerima bansos yang selama ini bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah. Menurut dia, bansos seharusnya hanya menjadi jaring pengaman sementara, bukan permanen.

“Kita harus mengubah paradigma penanganan kemiskinan dari sekadar memberi bantuan menjadi pemberdayaan. Waktunya rakyat mandiri,” ujar Muhaimin dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 9 Juli 2025.


Muhaimin menjelaskan, pembatasan ini hanya berlaku untuk kelompok masyarakat usia produktif, sementara lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya tetap mendapatkan bantuan sosial tanpa batas waktu. “Kita ingin bansos ini menjadi jaring pengaman, bukan permanen. Bukan selamanya,” kata dia.

Menurut dia, mekanisme pengentasan kemiskinan selama ini cenderung melanggengkan ketergantungan. Banyak penerima yang bertahun-tahun berada di daftar bansos tanpa ada upaya serius untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan pembatasan waktu maksimal lima tahun, pemerintah berharap penerima bisa memanfaatkan masa itu untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.


Temuan Penyalahgunaan

Selain mendorong kemandirian, pemerintah juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program bansos menyusul berbagai temuan penyalahgunaan bantuan. Data terbaru Kementerian Sosial menunjukkan sebanyak 571.410 rekening penerima bansos terindikasi digunakan untuk transaksi judi daring. Nilai transaksinya pun fantastis, hampir mencapai Rp1 triliun hanya di satu bank pemerintah.

“Ini tidak bisa kita biarkan. Sudah ada ribuan penerima yang kami blacklist karena temuan tersebut,” ujar Muhaimin.


Dia menegaskan, program bansos yang sejatinya dirancang untuk membantu kelompok miskin justru rawan disalahgunakan. Karena itu, pemerintah juga memperkuat sistem pengawasan dan penyaluran dengan memanfaatkan teknologi dan data tunggal yang lebih akurat.

Perbaikan Basis Data


Pemerintah kini mengandalkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk memperbaiki akurasi penerima bansos. Melalui basis data ini, pemerintah bisa memantau kondisi ekonomi penerima secara lebih detail dan dinamis. Penerima yang dinilai sudah mampu, atau tidak lagi memenuhi kriteria, akan secara otomatis terdata dan dihentikan bantuannya.

“Kita pastikan yang berhak menerima, menerima. Yang sudah mampu, tidak lagi menerima,” kata Muhaimin.


Upaya ini sejalan dengan target pemerintah menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada 2026, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024–2029.

“Kemiskinan ekstrem harus kita tuntaskan. Kita punya target, kita punya waktu, dan kita harus lebih tegas,” ujar dia.


Menuai Pro-Kontra

Wacana pembatasan bansos ini mendapat beragam respons. Di satu sisi, banyak pihak mendukung langkah pemerintah untuk mendorong kemandirian masyarakat miskin. Namun di sisi lain, sebagian pengamat mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah.

Peneliti kebijakan sosial dari Universitas Indonesia, Irma Dewi, menilai pembatasan waktu penerimaan bansos perlu disertai dengan program pemberdayaan yang nyata di lapangan. “Kalau hanya membatasi waktu tanpa memberikan akses yang jelas terhadap lapangan kerja, modal usaha, atau pelatihan, khawatirnya penerima bansos malah terjerumus lagi ke kemiskinan,” katanya.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga meminta pemerintah untuk memastikan proses verifikasi penerima bansos berjalan transparan. Mereka khawatir kebijakan baru justru menjadi alat untuk memangkas anggaran bansos tanpa diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan.


Langkah Tegas

Namun Muhaimin memastikan pemerintah sudah menyiapkan skema pemberdayaan berkelanjutan untuk mendampingi masyarakat yang keluar dari daftar penerima. Program-program pelatihan, akses modal usaha kecil, dan padat karya akan diperluas seiring berjalannya waktu.

“Kita ingin mereka berdaya, punya usaha, punya pekerjaan yang layak. Tidak lagi berharap bansos selamanya,” ujar dia.


Menurut dia, keberhasilan pemberdayaan masyarakat harus menjadi prioritas dalam pembangunan manusia. Bansos tetap penting sebagai instrumen penanggulangan kemiskinan, tapi hanya pada tahap darurat. “Jangan sampai rakyat kita selamanya menggantungkan hidup pada bantuan,” katanya.

Muhaimin optimistis kebijakan ini akan mempercepat transformasi sosial-ekonomi masyarakat. Dengan begitu, target Indonesia bebas kemiskinan ekstrem bisa dicapai tepat waktu.

“Kita ingin generasi yang mandiri, produktif, dan berdaya saing. Dan waktunya sekarang,” ujar dia

menutup konferensi pers.